Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dalil Dan Hukum Membaca Qunut Dalam Shalat Fardhu, Shubuh Saja Serta Witir

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Al-Ishlah │ Permasalahan tentang doa qunut merupakan masalah klasik yang dialami oleh umat Islam, bahkan hal ini terjadi pada zaman Rasulullah SAW hingga sekarang. Namun, hal yang paling krusial adalah ada tidaknya qunut pada shalat shubuh atau khusus shalat shubuh, mengenai hal ini diperlukan adanya nash-nash yang mendasari suatu amalan agar sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Tulisan ini bukan bermaksud untuk memperuncing perbedaan, bukan pula hendak memfatwakan benar-salah, tetapi mengajak pembaca untuk mendasarkan amaliah ibadah itu semata karena adanya perintah (dalil). Artinya, saya melakukan sesuatu karena tahu ada dalilnya, dan saya meninggalkan sesuatu karena tahu ada dalilnya. Wallaahu a'lam.


Qunut ada tiga macam:

1. Qunut nazilah: qunut yang dilakukan setiap melaksanakan shalat lima waktu. Qunut ini dilakukan ketika kaum muslimin sedang mendapatkan gangguan dari musuhnya (orang kafir).

2. Qunut shubuh: menurut pendapat Mazhab Syafi’iyah, qunut ini dianjurkan; hanya untuk shalat subuh, bukan shalat lainnya.

3. Qunut witir: qunut ini hanya dilakukan ketika shalat witir.



1. Membaca Qunut Dalam Shalat 5 Waktu


Disyari'atkan membaca qunut dengan suara keras dalam shalat lima waktu ketika ada bencana. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الْصُّبْحِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ اْلأَخِرَةِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِيْ سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ.

"Rasulullah saw. telah berqunut sebulan berturut-turut dalam shalat-shalat Dzuhur, 'Ashar, Maghrib, 'Isya dan Shubuh yaitu dalam raka'at terakhir ketika itidal sehabis mengucapkan 'Sami'allaahu liman hamidah' Di situ beliau berdo'a untuk kebinasaan bani Sulain, Ra'al, Dzakwan dan Ushaiyah, sedang ma'mum yang di belakangnya mengaminkan do'a itu." [1].


Dari Abu Hurairah r.a. bahwa:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ ِلأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ، فَرُبَّمَا قَالَ: إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اَللَّهُمَّ اَنْجِ الْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ اشْدُدُ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ، وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِيْنَ كَسِنِيْ يُوْسُفَ

قَالَ: يَجْهَرُ بِذَلِكَ، وَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ بَعْضِ صَلاَتِهِ فِي صَلاَةِ الْفَجْرِ: اَللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا. ِلأَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرْبِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ: 

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila hendak mendo’akan kecelakaan atas seseorang atau mendo’akan kebaikan untuk seseorang, beliau mengerjakan qunut sesudah ruku’, dan kemungkinan apabila ia membaca: Sami’allahu liman hamidah, (lalu) beliau membaca, ‘Allahumma… dan seterusnya (yang artinya: Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang tertindas dari orang-orang Mukmin. Ya Allah, keraskanlah siksa-Mu atas (kaum) Mudhar, Ya Allah, jadikanlah atas mereka musim kemarau seperti musim kemarau (yang terjadi pada zaman) Yusuf.’”


Abu Hurairah berkata, “Nabi keraskan bacaannya itu dan ia membaca dalam akhir shalatnya dalam shalat Shubuh: Allahummal ‘an fulanan… dan seterusnya (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan) yaitu (dua orang) dari dua kabilah bangsa Arab, sehingga Allah menurunkan ayat: ‘Sama sekali urusan mereka itu bukan menjadi urusanmu... (dan seterusnya).’” [2].


2. Membaca Qunut Dalam Shalat Shubuh


Qunut dalam shalat shubuh itu tidak disyari'atkan kecuali apabila terjadi bahaya. Dan kalau terjadi bahaya itu, maka bukan hanya dalam shalat shubuh saja disunnatkan berqunut tapi juga dalam semua shalat fardhu, sebagaimana keterangan di atas.


Hadis riwayat Ahmad, Nasa’I dan Turmudzi : 


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْجَعِىِّ قَالَ قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ


" …Ayahku bersholat di belakang Rasulullah SAW, ketika masih berusia 16 Tahun, juga di belakang Abu Bakar, Umar dan Utsman. Saya bertanya: Apakah beliau-beliau itu berqunut? Ayah menjawab: Tidak, wahai anakku, itu hanya suatu yang diada-adakan."


Juga dari Ibnu Hibban, Al-Khatib dan Ibnu Khuzaimah dan dianggapnya sebagai hadits hasan dari Anas r.a.: 


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ


“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)” .[3].


Ibnu Abi Syu'aibah meriwayatkan dari ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair dan khalifah-khalifah yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Utsman) bahwa beliau-beliau semua tidak ada yang berqunut dalam shalat Shubuh.


Demikianlah madzhab golongan Hanafi, Hambali, Ibnul Mubarak, Tsauri dan Ishak.
Pendapat Syafi'i.


Adapun menurut madzhab Syafi'i, maka berqunut dalam shalat Shubuh sesudah rukuk dari raka'at kedua itu adalah sunat. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jama'ah selain Turmudzi dari Ibnu Sirin, bahwa:


اَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ سُئِلَ :هَلْ قَنَتَ النَّبِيُّ صلّى الله عليه وسلم فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ ؟ فَقَالَ :نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ: قَبْلَ الرّكُوْعِ أَوْ بَعْدَهُ؟ قَال: بَعْدَ الرَّكُوْعِ . 


“Anas bin Malik pernah ditanya demikian: ‘apakah Nabi saw. berqunut dalam sholat Subuh’? Ia menjawab: ‘Ya’. Ditanya pula: ‘Sebelum ruku’ atau sesudahnya’? Ia menjawab: ‘sesudah ruku’.”


Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Daruquthni, Baihagi dan hakim yang menganggapnya shahih dari Anas, katanya: 


مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Rasulullah saw. senantiasa berqunut pada salat shubuh hingga beliau berpisah dari dunia (wafat).”[4].

Maksud Hadits. Dalam menggunakan hadits ini sebagai dalil, haruslah ditinjau lebih dulu, sebab kemungkinan sekali bahwa yang ditanyakan tadi adalah qunut Nazilah (karena ada bahaya) dan hal ini sudah jelas sunatnya dalam riwayat Bukhari dan Muslim.

Berqunut Sepanjang Hidup ? Tentang hadits kedua yang menyatakan bahwa Nabi saw. berqunut selama hayatnya, maka di dalam sanad hadits itu ada seorang bernama Ja'faar ar-Razi. Ia bukan seorang yang kuat dan haditsnya tidak dapat digunakan sebagi hujjah, sebab tidak masuk akal bahwa selama hidupnya Rasulullah saw. berqunut dalam shalat Shubuh, tetapi ditinggalkan begitu saja oleh para khalifah sesudahnya. Bahkan ada keterangan Anas sendiri juga berqunut dalam shalat Shubuh.

Hal Mubah. Andai hadits di atas dianggap sah, maka yang dimaksudkan Nabi saw. selalu berqunut itu ialah memperpanjang berdiri sehabis ruqu' untuk berdo'a atau mengucapkan puji-pujian sampai beliau saw. meninggal dunia, sebab perbuatan semacam ini pun termasuk dalam pengertian qunut. Dan inilah agaknya pendapat yang lebih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun perselisihan para ulama dalam hal ini, maka qunut itu termasuk sesuatu hal yang mubah, boleh dilakukan atau ditinggalkan. Hanya saja yang sebaik-baiknya adalah yang berasal dari petunjuk Nabi saw.


3. Membaca Qunut Dalam Shalat Witir

Bacaan qunut ini disyari'atkan dalam semua shalat witir berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ash-habus Sunan dan lainnya dari hadits Hasan bin Ali r.a., katanya:

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait. (Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)”[5].

Pendapat Para Ulama

Turmudzi berkata: "Ini adlah hadits hasan. Bahkan tiada suatu keterangan pun tentang qunut dari Nabi saw. yang lebih baik dari hadits ini."

Nawawi berkata bahwa isnadnya sah. Ibnu Hazmin tawaqquf tentang sah atau tidaknya hadits tetapi ia berkata pula:"Hadits ini sekalipun tidak dapat digunakan sebagai dalail, tetapi tidak ada hadits lain dalam soal qunut itu yang diterima dari Nabi saw. Jadi meskipun dha'if kedudukannya, bagi kami masih lebih baik daripada pendapat manusia. Tentang ini kami sependapat dengan Ibnu Hambal.

Begitu pula madzhab Ibnu Mas'ud, Abu Musa, Ibnu Abbas, Al-Barra', Anas, Hasan al-Basri, Umar bin Abdul 'Aziz, Tsauri, Ibnul Mubarak, Ulama-ulama Hanafiah dan salah satu riwayat Ahmad.

Nawawi Berkata: "Dari jurusan ini dapatlah menjadi kekuatan sebagai dalil."

Syafi'i berpendapat tidak perlu berqunut kecuali dalam pertengahan yang akhir dari bulan Ramadhan. Ini berdasarkan riwayat Abu Daud bahwa Umar bin Khattab mengumpulkan orang banyak untuk bershalat jama'ah dengan bermakmum kepada Ubai bin Ka'ab. Selama 21 hari ubai mengimami mereka itu dan tidak pernah berqunut melainkan dalam pertengahan akhir dari Ramadhan.

Diriwayatkan pula oleh Muhammad bin Nash bahwa Said bin Jubair ditanya tentang permulaan membaca qunut dalam witir, lalu ia menjawab: "Pada suatu ketika Umar bin Khattab mengirimkan sepasukan tentara, tiba-tiba mereka tersesat di jalan sehingga Umar khawatir atas mereka itu. Maka setelah tiba pertengahan akhir bulan Ramadhan, ia pun berqunut mendo'akan mereka."


ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ 

“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” 


Sumber:
Fikih Sunnah jilid 2 hal.43-53, Sayyid Saabiq, Penerbit: PT.Al-Ma'arif, Bandung.
http://www.jadipintar.com/
https://rendyasylum.wordpress.com/2010/09/29/qunut-shalat-shubuh-dan-sunnahnya-qunut

------------------------------------------------------------------
[1]. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad yang menambahkan demikian: "Rasulullah saw. mengirimkan beberapa orang mubaligh untuk mengajak mereka ke dalam agama islam, tetapi mereka itu dibunuh." 'Ikrimah berkata bahwa peristiwa itulah yang merupakan permulaan qunut.

[2]. Hadits shahih riwayat Ahmad ii/255 dan al-Bukhari No 4560.

[3]. Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.

[4]. H.R. Ahmad, al-Musnad, III:162; ‘Abdurrazzaq, al-Mushannaf, III:110; Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, II:312; ath-Thahawi, Syarah Ma’an al-Atsar, I:244; ad-Daraquthni, Sunan ad-Daraquthni, II:39; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, II:201; al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, III:124; Ibn al-Jauzi, al-‘Ilal al-Mutanahiyah, I:441, No.753.

[5]. (HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Posting Komentar untuk "Dalil Dan Hukum Membaca Qunut Dalam Shalat Fardhu, Shubuh Saja Serta Witir"