Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jiwa Manusia (Nafsul Insan)

نفس الإنسان 

Al-Ishlah │ Jiwa manusia adalah pangkal kendali baik buruk  manusia secara keseluruhan. Allah telah mengilhamkan (memberikan kebebasan memilih) kepada jiwa manusia itu fujur atau taqwa [QS. 91: 7 - 10]. Pilihan itu sangat potensial bersaing untuk mendominasi jiwa manusia, bahkan bisa terjadi konflik berkepanjangan diantara keduanya.  Yang berkepentingan pada kedua pilihan tersebut adalah nafsu (al hawa) dan ruh ( ar ruh). Nafsu cendrung untuk fujur, dan ruh cendrung untuk takwa. Dilihat dari dominasi ruh dan nafsu itu terhadap diri manusia, maka jiwa manusia itu dapat kita bedakan menjadi tiga keadaan sebagai berikut:
  1. Dominasi ruh lebih kuat dari pada hawa nafsu. Pada kondisi ini manusia akan berorientasi atau punya kecendrungan untuk selalu berzikir di setiap keadaan dalam rangka mengontrol diri, sehingga jiwa pun selalu merasakan ketenangan untuk selalu berbuat yang terbaik. Jiwa - jiwa yang seperti ini di dalam alquran disebut dengan istilah nafsul muthma'innah. [QS. 29:45, 3:191, 13:28, 89:27 - 30]
  2. Dominasi ruh dan hawa nafsu seimbang. Pada kondisi ini akallah yang paling berperan dan akan terjadi konflik batin yang keras antara keinginan beramal saleh dengan kecendrungan untuk berbuat maksiat, penuh kebimbangan. (pelaksanaannya fifty-fifty). Jiwa - jiwa seperti ini di dalam al Qur'an disebut dengan  nafsul lawwamah atau nafsu yang selalu menyesali diri.[QS. 4:137, 4:143, 2:9, 75:2]
  3. Hawa nafsu lebih dominan dibandingkan ruh. Pada kondisi ini manusia akan dikuasai oleh syahwatnya (keinginan untuk bersenang-senang), dan berikutnya jiwa akan selalu menyuruh untuk melakukan hal-hal buruk (maksiat). Kondisi jiwa seperti ini dinamakan alQur'an sebagai nafsul amaratu bis su' yaitu nafsu yang selalu menyuruh pada keburukan. [QS. 25:43, 45:23, 3:14, 12:53]

      Posting Komentar untuk "Jiwa Manusia (Nafsul Insan)"