Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memaknai Pengorbanan

Memaknai Pengorbanan





Al-Ishlah │ Hasan Albanna berkata, “Yang saya maksud dengan pengorbanan adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yhang dipunyai oleh seseorang untuk meraih tujuan”.


Tidak ada perjuangan di dunia ini kecuali harus disertai dengan pengorbanan. Demi fikrah kita janganlah engkau mempersempit pengorbanan, karena sungguh ia memiliki balasan yang agung dan pahala yang indah. Barang siapa bersantai-santai saja ketika bersama kami, maka ia berdosa.


“Sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum mukminin, diri, dan harta mereka, bahwasanya mereka mendapatkan balasan Surga.” (QS, At-Taubah: 111)


“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir akan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal adalah lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (QS. At-Taubah: 24).


Dengan demikian engkau mengetahui makna slogan abadimu, “Gugur di jalan Allah adalah setinggi-tinggi cita-cita kami“ 1).


Pengorbanan dan jihad merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, namun menurut Said Hawa. ada perbedaan antara jihad dan pengorbanan. Kadang-kadang keduanya seiring dan kadang-kadang pula saling menyempurnakan. 0le karena itu imam Hasan Al Banna menjadikannya rukun tersendiri. Karena di tempat mana dikumandangkan jihad, maka di sana ada pengorbanan. Dan jihad yang sempurna tidak akan terwujud kecuali dengan pengorbanan yang sempurna pula. 2).


Sungguh banyak kisah dalarn sejarah kehidupan manusia yang dapat menjadi bukti dan contoh tentang pengorbanan, baik dalam kisah orang-orang terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW, maupun kisah pengorbanan beliau dan sahabatnya dalam sirah, dan kisah-kisah perjuangan umat sesudahnya sampai saat ini.


Perhatikan sejarah Nabi Nuh, 950 tahun waktunya dia korbankan untuk, rnenyeru kaumnya untuk berbakti dan beribadah kepada Allah, tapi tidak ada yang menghiraukan seruannya kecuali sedikit, dan bahkan istri dan putranya sendiri tidak beriman kepadanya.


Perhatikan pula kisah pengorbanan sahabat mulia Mush’ab bin Umair. Ia adalah seorang pemuda bangsawan Quraisy, gagah, ganteng, kaya dan terhormat, namun beliau mengorbankan semua kehormatannya di masa jahiliyah menuju kehormatan di masa Islam. walaupun harus berpisah dengan keluarganya. Bahkan ibu yang sangat mencintainya mengancam akan bunuh diri apabila putranya tetap memeluk agama Islam, Namun sang Mush’ab si pemuda ganteng dan parlente itu tetap memilih Islam, sehingga menemukan syahadah di perang Uhud, saat itu beliau hanya rnemakai sehelai baju, yang sekaligus nienjadi kafannya, yang apabila wajahnya ditutup maka kakinya tersingkap, dan apabila kakinya ditutup maka wajahnya terbuka. Karena dengan pengorbanan itulah Mush’ab menggapai cinta Tuhannya dan menghuni taman-taman Syurga serta diiringi oleh 70 bidadari.


Demikian pula kisah pengorbanan ulama kontemporer terkemuka, Sayyid Qutb. Ia mengorbankan ilmu, hidup, harta dan bahkan “kedudukan terhormat” sebagai menteri pendidikan yang dijanjikan oleb Presiden Jamal Abdul Nasr apabila ia ingin merubah prinsip-prinsipnya. Tetapi sesuatu yang telah menjadi prinsip hidup bagi Sayyid tetap menjadi prinsip, walaupun harus mengalami penyiksaan di penjara dan menjemput syahadah di tiang gantungan.

Posting Komentar untuk "Memaknai Pengorbanan"