Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Definisi Muallaf; Golongannya, Pembagian Zakat Dan Hikmahnya

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Al-Ishlah │ Dalam pengertian sebagian orang di Indonesia, Mua'allaf itu adalah orang yang baru masuk Islam atau orang Islam yang dulunya dari non Islam. Maka perhatikanlah, seseorang yang sudah lama masuk Islam, sudah kuat akidahnya, sudah dalam ilmu agamanya, tetap disebut mu'allaf atau bagi yang sudah mencapai level mubaligh, masih disebut: "Ustadz Mu'allaf." Mu'allaf adalah salah satu dari 8 golongan yang berhak mendapatkan bagian zakat sebagaimana tertera dalam surah At-Taubah ayat 60.


Muallafah adalah bentuk jamak dari kata muallaf, yang berasal dari kata al-ulfah (الأُلْفًة), maknanya adalah menyatukan, melunakkan dan menjinakkan. Orang Arab menyebut hewan yang jinak dan hidup di sekeliling manusia dengan sebutan hayawan alif, atau hewan peliharaan. Allafa bainal qulub (ألف بين القلوب) bermakna menyatukan atau menundukkan hati manusia yang berbeda-beda,


Muallaf dalam pengertian bahasa adalah orang yang dicondongkan hatinya dengan perbuatan baik dan kecintaan. Adapun dalam pengertian syariah, muallaf adalah orang-orang yang diikat hatinya untuk mencondongkan mereka pada Islam, atau untuk mengokohkan mereka pada Islam, atau untuk menghilangkan bahaya mereka dari kaum muslimin, atau untuk menolong mereka atas musuh mereka, dan yang semisal itu. [1]. 


Menurut Sayyid Sabiq, dalam Kitab Fikih Sunnahnya yang terkenal itu, Orang-orang Mu'allaf, yaitu golongan yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan belum mantapnya iman mereka, atau buat menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Para fukaha membagi mereka atas golongan Muslimin dan kafir. 




1. Dari kaum Muslimin terdiri dari 4 macam, yakni:

Para pemuka dan pemimpin Muslimin, dan ada tandingannya dari orang-orang kafir. Dengan diberinya para pemuka tadi, diharapkan tandingan mereka akan masuk Islam pula. Contohnya sebagaimana dilakukan oleh Abu Bakar r.a. memberi 'Adi bin Hatim dan Zabarkan bin Badar disebabkan kedudukan mereka dalam pandangan kaumnya, padahal keislaman mereka tidak akan disangsikan lagi.
Para pemuka muslimin yang beriman lemah, tetapi ditaati oleh anak buah mereka. Dengan diberi itu diharapkan bertambahnya ketetapan hati dan kekuatan iman mereka, serta pengaruh dan nasihat mereka terhadap rakyat, agar rela berjihad atau berjuang. Misalnya orang-orang yang diberi hadiah berlimpah dari hasil rampasan Hawazin oleh Nabi saw.. Mereka adalah sebagian diantara penduduk Mekkah yang telah masuk Islam dan dibebaskan oleh Nabi. Diantara mereka terdapat orang-orang munafik dan orang-orang yang beriman lemah. Tetapi kemudian banyak yang teguh keimanannya dan sempurna keislamannya.
Kelompok kaum Muslimin yang berada di benteng-benteng dan perbatasan dengan negara musuh. mereka beroleh bagian dengan mengharapkan perjuangan mereka mempertahankan kaum Muslimin yang berada di garis belakang bila diserbu musuh. Berkata pemilik Al-Manar:"Menurut hemat saya, inilah dia yang disebut dengan murabathah, dan para fukaha memasukkan bagian mereka dalam jatah fi sabilillah, yakni seperti berperang yang dimaksud dengan kata-kata fi sabilillah tersebut. Dan pada masa kita sekarang ini, ada yang lebih patut ditarik dan dijinaki hatinya, yaitu kelompok kaum Muslimin yang dipikat oleh orang-orang kafir agar bernaung di bawah lindungan atau memasuki agama mereka. Kita lihat negara-negara imperialis yang ingin sekali menjajah seluruh umat Islam dan menyelewengkan mereka dari agama mereka, menyisihkan dana dari keuangan negara buat keperluan pemeluk agama Islam yang dipikat hatinya itu. Diantara kaum Muslimin itu ada yang dipikat agar masuk agama Nasrani dan keluar dari pangkuan Islam, dan ada pula yang ditarik ke bawah naungan mereka, dan untuk memecah belah negara dan kesatuan Islam. Maka tidakkah usaha ini lebih patut dilakukan oleh kaum Muslimin, daripada orang-orang itu !"
Kaum Muslimin yang dibutuhkan powernya. Segolongan kaum Muslimin yang diperlukan untuk memungut pajak dan zakat dan menariknya dari orang-orang yang tak hendak menyerahkannya kecuali dengan pengaruh dan wibawa mereka. Maka untuk menghindarkan peperangan dan kekerasan, dipikatlah kaum Muslimin tadi, hingga dengan usaha mereka membantu pemerintah, berarti telah dipilih yang lebih ringan dan dua buah bencana, dan diambil yang lebih utama dari dua maslahat.




2. Dari Golongan Kafir ada 2 Macam, yakni:

Upaya Memikat. Dengan dipikat ini, diharapkan agar mereka beriman seperti Shafwan bin Umaiyah yang telah diberi keamanan oleh Nabi saw. sewaktu penaklukan Mekah, dan diberi tangguh selama empat bulan agar ia dapat berpikir dan menentukan pilihan buat dirinya. Kebetulan ia sedang bepergian, kemudian pulang dan menyaksikan perang Hunain bersama kaum Muslimin, sebelum menyatakan keislamannya. Ketika hendak pergi ke Hunain itu, Nabi meminjam senjata kepadanya, dan ia telah diberi Nabi unta yang banyak dan pakai sekedup, yang terletak di bawah lembah. Maka katanya: "Ini adalah pemberian dari orang yang tak takut miskin." Dan katanya lagi: "Demi Allah, saya telah diberi oleh Nabi saw. sedang ketika itu ia adalah orang yang paling saya benci, maka selalulah ia menyampaikan pemberiannya hingga akhirnya ia menjadi orang yang paling saya cintai."
Orang yang dikhawatirkan akan berbuat bencana, hingga dengan memberinya zakat, hal itu dapat dihindarkan. Berkata Ibnu Abbas:"Ada satu kaum yang datang menemui Nabi saw. Dan jika mereka diberi, mereka puji agama Islam, kata mereka: 'Ini agama yang baik' Serta jika tidak diberi, mereka cela dan caci maki. Diantara mereka ialah Abu Sufyan bin harb, Aqra' bin Habis dan 'Uyainah bin Hishn. Masing-masing mereka telah diberi Nabi saw. 100 ekor unta. 


Diceritakan 'Uyainah bin Hisbn, Agra' bin Habis dan Abbas bin Mirdas datang kepada Abu Bakar dan menuntut bagian mereka. Abu Bakar pun menulis surat persetujuan yang mereka bawa kepada Umar. Tetapi Umar menolak dan mengoyak-ngoyak surat itu, katanya: "Ini adalah pemberian dari Nabi saw. untuk memikat kalian dalam agama Islam. Tetapi sekarang Allah telah menguatkan Islam dan tidak memerlukan kalian lagi. Jika kalian tetap dalam keislaman maka baik, dan jika tidak, maka pedanglah yang akan menyelesaikan urusan kita! Dan katakan kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, maka siapa yang ingin beriman, berimanlah dan siapa yang tidak, kafirlah!" Mereka pun kembali kepada Abu Bakar r.a. dan mengatakan "Siapa sebetulnya yang menjadi khalifah, Andakah atau Umar? Anda beri kami surat, tetapi dikoyak-koyak oleh Umar!"


Jawab Abu Bakar: "Dia, kalau dia mau!"




3. Perbedan Pendapat Para Ulama Mengenai Orang Kafir Poin 2 Di Atas.


1. Jatahnya Telah Gugur. Golongan Hanafi berpendapat bahwa bagian orang-orang Mu'allaf ini (kafir poin 2 di atas) telah gugur dengan kejayaan yang telah diberikan Allah kepada agama Islam. 


2. Tidak Gugur Mutlak. Utsman dan Ali r.a. tidak pernah memberikan bagian kepada golongan ini (kafir poin 2), tidaklah dapat dijadikan alasan bahwa mereka berpendapat gugurnya jatah golongan Mu'alaf. Karena, mungkin itu disebabkan tak perlu lagi memikat hati seorang kafir pun. Dan ini tak berarti gugurnya jatah mereka, bagi kepala-kepala pemerintahan yang masih memerlukannya. Apalagi pula yang menjadi pedoman dalam hukum, ialah Kitab dan Sunnah. Keduanya menjadi dasar pokok yang tak dapat diabaikan dalam keadaan bagaimanapun.


3. Nabi Selalu Memberi. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. tak satu pun permintaan yang diajukan kepadanya buat kepentingan Islam yang tak dikabulkannya. Suatu kali datang kepadanya seorang laki-laki memajukan permohonan, maka diberinya kambing yang tidak sedikit jumlahnya yang terdapat diantara dua buah bukit, yakni kambing-kambing hasil zakat. Orang itu pun kembali kepada kaumnya, katanya: "Manalah kaumku? Masuklah kamu ke dalam Islam ! Muhammad telah memberi demikian banyak, bagaikan orang yang tak takut jatuh miskin!'"


4. Pendukung Pendapat "Gugur". Syaukani berkata:"Yang berpendapat berlakunya jatah mualaf itu ialah 'Atrah, Jaba'i, Balkhi dan Ibnu Mubasysyir."[1].


5. Hanya Berlaku Untuk Fasiq. Menurut Syafi'i: Tidak berlaku lagi bagi orang kafir, ada pun orang fasik maka boleh diberi bagian.


6. Telah Gugur. Abu Hanifah dan para sahabatnya: "Hak itu telah gugur dengan tersebar dan jayanya Islam." Mereka mengambil alasan kepada sikap Abu Bakar, yang tak hendak memberi kepada Abu Sufyan, 'Uyainah, Agra' dan Abbas bin Miqdad.


7. Fleksibel. Yang lebih kuat ialah berlakunya jatah tersebut di waktu perlu. Seandainya di mana seorang kepala negara, ada suatu golongan yang tak hendak tunduk kecuali dengan harta dunia, sedang ia tak mampu manaklukkannya kecuali dengan kekerasan dan tangan besi, maka ia boleh memikat hati mereka, karena tersebarnya Islam itu tidak mempunyai pengaruh dan manfaat apa-apa dalam peristiwa khusus seperti ini. Juga tersebut dalam Al-Manar: "Inilah pendapat yang benar menurut prinsipnya. Sedang ijtihad itu hanyalah mengenai hal-hal yang terperinci seperti masih berhaknya, jumlah zakat yang dapat diberikan, begitu pun harta-harta rampasan bila ada, serta dana-dana sosial lainnya.








4. Hikmah Mu'allaf Diberi Bagian Zakat



Islam Cinta Damai. Pembuktian bahwa pada hakikatnya Islam adalah agama yang lebih cenderung kepada kebaikan, kelembutan dan juga kesejahteraan.
Menghindari Pemurtadan. Seringkali terjadi kekufuran atau keingkaran seseorang dari memeluk agama Islam karena faktor ekonomi atau kesejahteraan, meski masih berupa kekhawatiran.
Alasan Ekonomi. Dalam sirah nabawiyah kita belajar bahwa salah satu yang membuat berat para pemuka Quraisy dalam menerima ajakan dakwah Nabi SAW, karena pertimbangan kekhawatiran atas masalah ekonomi dan kesejahteraan. Mereka takut tidak sejahtera. Kota Mekkah di masa itu punya pemasukan devisa yang luar biasa dari wisata rohani, yaitu adanya ritual ibadah haji tahunan. Dan untuk meningkatkan jumlah pengunjung, maka dibuatlah berbagai daya tarik tambahan berupa patung dan berhala sesembahan yang awalnya tidak ada. Para pemuka Quraisy sangat berkepentingan dengan masalah ini, karena semakin besar jumlah jamaah haji, maka perekonomian mereka akan semakin terangkat. Mereka khawatir kalau agama yang dibawa Muhammad itu tersebar, nantinya ritual peribadatan menjadi kurang ramai, sebab aqidah yang diajarkannya hanya mengajarkan adanya satu Tuhan. Dalam analisa mereka, semakin banyak patung yang disembah, maka kota Mekkah akan semakin ramai dan makmur. Dan semakin sedikit patungnya, apalagi tidak ada sama sekali, maka mereka khawatir Mekkah akan sepi pengunjung, dan akibatnya perekonomian mereka terancam bangkrut. 
Jaminan Perlindungan Kekayaan & Keamanan. Ketika Rasulullah SAW mengirim surat ajakan masuk Islam kepada para kepala pemerintahan dunia, ajakan itu berisi jaminan bahwa kerajaan dan kekayaan mereka akan tetap diakui serta dijamin tidak akan diotak-atik. Yang penting para raja itu mau memeluk agama Islam. Kalau pun tidak mau memeluk agama Islam, Rasulullah SAW menawarkan perjanjian perdamaian untuk menjamin hidup secara berdampingan dengan damai, dengan tetap menjamin kekuasaan dan kekayaan para raja. Maka umumnya raja dan penguasa dunia menerima tawaran beliau SAW, sebagian masuk Islam dan tetap menjadi raja dengan segala kekayaannya. Dan sebagian lagi tetap dengan agama lamanya, namun siap untuk hidup damai berdampingan dengan umat Islam, mereka tetap menjadi raja dan tetap punya kekuasaan atas wilayah dan harta mereka. Kecuali hanya kekaisaran Persia saja yang tidak mau masuk Islam, dan juga tidak mau hidup berdamai. Mereka lebih memilih berperang angkat senjata, bahkan melakukan berbagai macam provokasi yang mencelakakan banyak umat Islam. Sehingga Kerajaan ini ditaklukkan dengan kekuatan.




Maka pertimbangan ekonomi tetap diperhatikan dalam dakwah kepada Islam, dalam arti ada semacam jaminan bahwa orang yang masuk Islam tidak akan menjadi miskin. Dan salah satunya tercermin dalam pensyariatan zakat yang juga memberikan jatah harta zakat buat mereka yang mau masuk agama Islam.


ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ 


“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” 


Sumber:


Fikih Sunnah 3, hal.113-118, Sayyid Saabiq, Penerbit: PT Al-Ma'arif, Bandung.


http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=304




***
[1]. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 36/12; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 2/57).
[2] Demikian pula halnya Malik, Ahmad, dan menurut suatu berita dari Syafi'i.

Posting Komentar untuk "Definisi Muallaf; Golongannya, Pembagian Zakat Dan Hikmahnya"