Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Topik 58: Inna dan saudara-saudaranya

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita sebenarnya akan melanjutkan pembahasan surat Al-‘Ashr ayat 2. Sebagaimana telah disampaikan kita menghadapi Inna di awal ayat kedua ini. Pembahasan إنَّ sangat dekat dengan pembahasan mubtada dan khobar. Telah kita lihat bahwa pengetahuan mengenai mubtada dan khobar ini sangat penting. Karena yang mempengaruhi mubtada dan khobar itu ada dua kelompok:

كان dan saudara-saudaranya.
إنَّ dan saudara-saudaranya.

Nah, saudara-saudara kaana itu banyak. Saudara-saudara inna juga banyak, suatu saat kita akan ketemu. Tapi untuk sekedar contoh, saudara-saudara إنَّ itu ada 5, diantaranya لعل – la’alla, dan ليت – layta. Dua-duanya artinya semoga, dengan beda maksud. La’alla adalah harapan yang mungkin terjadi, sedangkan layta adalah harapan yang mustahil terjadi.

Contohnya:

زيدٌ عالمٌ – Zaidun ‘aalimun : Zaid adalah orang yang berpengetahuan

Jika kita tambahkan inna, menjadi:

إنَّ زيدً عالمٌ – Inna Zaidan ‘aalimun : Sesungguhnya Zaid adalah orang yang berpengetahuan

Nah kita bisa mengganti inna dengan la’alla atau layta:

لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

Perhatikan fungsi la’alla dan layta, sama dengan fungsi inna, yaitu menashobkan mubtada dan merafa’kan khobar. Lihat bahwa Zaidun (rofa’) setelah kemasukan inna, atau saudara-saudara inna (spt. La’alla dan layta), maka mubtada itu jadi nashob (dari Zaidun berubah menjadi Zaidan).

Perhatikan beda la’alla dengan layta diatas. Kalimat pertama, kemungkinan besar terjadi.

لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

Misalkan tampak Zaid itu memang anaknya rajin, sehingga kemungkinan dia jadi orang alim, sangat besar.

Nah beda halnya dengan kalimat kedua. Misalkan telah diketahui umum bahwa Zaid itu anaknya idiot. Maka mengharapkan Zaid menjadi orang yang berilmu, tentu sia-sia, alias mustahil. Maka la’alla tidak tepat digunakan. Tetapi yang digunakan adalah layta.

ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan --> yang tidak mungkin terjadi, karena Zaid idiot, misalkan.

Atau seperti saya katakan:

ليت النارَ باردةٌ – layta an-naara baaridatun : semoga api itu dingin

Mengharap sifat api jadi dingin tentu mustahil. Makanya kita pakai layta.

Oke apa pelajaran yang kita dapatkan di topik ini? Ya, kita sudah lihat bahwa teman-teman inna itu cukup banyak, ada 5 (saya baru sebut 2 kan, yaitu la’alla dan layta). Teman-teman kaana juga banyak. Nah akan sangat untung kita, kalau kita tahu apa tugas kaana (dan saudara-saudaranya) dan apa tugas inna (dan saudara-saudaranya).

Oke, satu lagi, saudara Inna adalah Anna (hehe berarti saya sudah kasih tahu 3 ya).

Oke Anna sama dengan Inna, secara fungsi dan arti. Bedanya apa? Bedanya, kalau Inna ada diawal kalimat, kalau Anna ada ditengah kalimat.

Contohnya:

Saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang yang berilmu.

فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang berilmu.

Perhatikan bahwa awal kalimatnya adalah fahimtu (saya paham). Karena Inna tidak diawal kalimat, maka dia berubah menjadi Anna.

Oh ya terkadang dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, karena anna terletak di tengah kalimat, maka dia sering diterjemahkan dengan “bahwasannya”, sehingga contoh diatas menjadi:

فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, bahwasannya Zaid itu orang berilmu.

Oke, topik mengenai mubtada dan khobar ini masih belum selesai. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan jenis-jenis khobar (prediket).

Posting Komentar untuk "Topik 58: Inna dan saudara-saudaranya"